Jumat, 27 April 2012

Waduk Cengklik

Waduk Cengklik, Boyolali

Terletak diutara Bandara Adi Soemarmo Solo, merupakan tempat tujuan untuk memancing dan Hot Spot bagi penggemar fotografi di Solo dan sekitarnya. Sebelah barat akan terlihat Gunung Merapi dan Merbabu yang bila beruntung saat sun set , matahari akan tenggelam ditengah-tengahnya.

Logo dan Komitmen Puskesmas Sibela

Logo dan komitmen Puskesmas Sibela Surakarta

Managemen Bencana


MANAJEMEN PENANGGULANGAN BENCANA
BIDANG KESEHATAN



Pengantar

Bencana tidak pernah direncanakan dan sewaktu-waktu bias terjadi, namun kita harus merencanakan untuk menghadapi bencana.


            Akhir-akhir ini Negri yang kita cintai ini banyak dilanda bencana. Bencana yang terjadi bisa berupa bencana alam  (natural disaster) dan bencana oleh karena ulah manusia (man made disaster). Tsunami aceh yang begitu mengerikan, gempa Jogya yang menghancur leburkan, sampai bencana banjir yang melanda Jawa umumnya dan Solo khususnya. Bencana selalu meninggalkan kepedihan, kesengsaraan, kesakitan dan kerugian yang besar bagi korban, masyarakat lainnya dan Negara. Lebih menjengkelkan lagi adalah terjadinya bencana aibat ulah manusia, Pesawat hlang, pesawat meledak, kapal terbakar, kapal tenggelam, pabrik yang meledak, merupakan suatu bencana yang ironisnya dibuat oleh manusia dan yang lebih menyakitkan adalah bencana akibat bom yang dibuat oleh saudara kita. Oleh karena banyaknya bencana yang ada di negri ini, maka negri ini disebut sebagai supermarket bencana (Disaster Sipermarket).

            Dampak bencana begitu luas, seluruh sector kehidupan terimbas olehnya, termasuk sector kesehatan. Belajar dari bencana yang terjadi, sekali lagi kita harus mampu menghadapi, menanggulangi dan akhirnya mencegah bencana yang lebih besar. Departemen Kesehatan telah menyusun suatu Pedoman Tehnis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Paper ini akan menjelaskan pedoman tersebut yang dipadukan dengan pengalaman dan pengananan bencana di Dinas Kesehatan Kota Surakarta. Tujuan pembuatan makalah ini adalah ;

  1. Mengerti potensi bencana dan jenisnya khususnya di Surakarta
  2. Mengerti Managemen Bencana secara umum
  3. Mengerti managemen Bidang Kesehatan untuk Bencana
  4. Menyiapkan institusi untuk managemen bencana
  5. Menyiapkan individu menghadapi bencana


Macam-Macam Bencana

            Secara umum, bencana dibagi dua ;
            1. Bencana alam
Banjir, Longsor, Erupsi gunung, Tsunami, Angin ribut, Gempa bumi. Negri kita terletak pada 4 lapisan tektonnik geologi yang sangat aktif dan juga terletak pada pertemuan 2 deret gunung api yang aktif sehingga sering disebut sebagai Ring Of Fire.

            2. Bencana Buatan Manusia
           
                        a. Traffic Accident  ( Bencana lalu lintas ) : Kereta api, Kapal, Pesawat
                        b. Industrial Accident : Pabrik terbakar, meledak
                        c. Sosial Politic Conflict : Konflik Suku ( Genocide), Partai ( PILKADA ),
                                          Agama

Karena banyaknya potensi bencana di Indonesia, maka negri kita disebut sebagai Disaster Supermarket /  Supermarket bencana.


Dampak Bencana di Sektor Kesehatan

            a. Dampak berupa korban ( Massal atau perorangan )
               
     Usaha utama penanganan korban adalah menyelamatkan jiwa korban dan
    menurunkan angka kesakitan.

b. Dampak pengungsian
   
    Usaha yang utama adalah melindungi pengungsi dari kesakitan dengan suatu 
    upaya kesehatan yang meliputi Pencegahan penyakit (Preventif) , Peningkatan 
    kesehatan (Promotif), Pengobatan (Kuratif) dan Pemulihan Kesehatan
    (Rehabilitatif) .

c. Dampak terhadap Fasilitas Kesehatan

    Usaha utama adalah merehabilitasi dan meningkatkan kemampuan sarana
    kesehatan didaerah bencana dalam menghadapi bencana.


Managemen Bencana di Bidang Kesehatan

            Penanganan bencana dibidang kesehatan secara prinsip sama dengan bidang yang lain yang berputar pada siklus penanganan bencana, biasanya dengan diawali dan disadarkan jika telah terjadi bencana. Siklus tersebut dikerjakan terus menerus berkesinambungan dan terjaga kesiap siagaannya. Maka bila terjadi bencana maka akan dilakukan suatu Respon yang meliputi :

            1. Emergency Operational Respons fase tanggap darurat berupa ;
a. Pengiriman tim medis gerak cepat
Tim yang bertugas melakukan penyelamatan jiwa dan menurunkan kesakitan. Tim ini bergerak dalam 24 jam pertama yang terdiri dari seorang Dokter, seorang DVI, dua Perawat, Apotheker/asisten, Sanitarian, Sopir dengan ambulance dan perlengkapannya. Tim ini diikuti oleh

b. Team Rapid Health Assesment  (RHA),
Tim yang bertugas melakukan pendataan untuk melaporkan kebutuhan-kebutuhan dibidang kesehatan. Tim ini terdiri dari seorang Dokter, seorang Sanitarian/SKM/Epidemiolog
           
c. Tim Bantuan Medis
Tim ini diberangkatkan sesuai keutuhan yang diperlukan atau dilaporkan oleh tim 1 dan 2 yang akan berfungsi untuk membuka Pos Pos Kesehatan di daerah bencana .


            2. Fase Rehabilitasi & Rekontruksi
    Fase tanggap darurat yang berlangsung selama 1 minggu dan diikuti dengan
     fase rehabilitasi selama 1 bulan diikuti fase rekontruksi selama 6 bulan.



Diagram 1. Managemen Bencana



                       

            3. Fase Mitigasi ( fase penurunan resiko bencana )

Pada fase ini dilakukan usaha-usaha untuk meredam atau mengurangi bencana dan juga meredam atau mengurangi dampak bencana yang meliputi

            a. Pengenalan faktor resiko / Hazard, penyebab penyebab bencana harus dikenali
            b. Rencana mereduksi faktor resiko, jika penyebab dikenali maka faktor resiko
                diturunkan atau dihilangkan.
            c. Rencana mengurangi dampak bencana ( Mitigation Plan ), jika bencana tidak
                bisa dihindari maka dilakukan rencana pengurangan dampak bencana.

           
            4. Fase Preparedness

Fase ini adalah fase kesiap siagaan. Pada fase ini dilakukan usaha usaha berupa upaya melakuakan peringatan dini dan penilaian faktor resiko ( Early waning and Risk assesmen ) dan suatu pendelegasian gugus tugas ( Contigency Plan ).

Fase-fase tersebut dilakukan dengan melihat semua kemampuan dengan pedoman managemen umum berupa Sumber daya manusia, Keuangan, Metode, waktu dan nilai-nilai yang dianut (.Man, Money, Methode, Time and Value.)





Penanganan Banjir Solo di bidang Kesehatan

            Penanganan banjir di Solo di bidang kesehatan menganut pada acuan yang dibuat oleh Departemen Kesehatan dengan disesuaikan kondisi daerah Solo. Penganan itu berupa :

1. Operational Respons fase tanggap darurat berupa ;

a. Pengiriman 2 tim medis gerak cepat yang bertugas melakukan penyelamatan jiwa dan menurunkan kesakitan. Tim pertama bergerak didaerah Joyontakan dan semangi sedang Tim II bergerak didaerah Sewu dan Jebres. Dalam kenyataannya banyak Tim Gerak Cepat dilura Tim Dinas Kesehatan yang bergerak termasuk Tim PMI, Tim RSU Kustati dan RS swasta lainnya.
b. Satu Team Rapid Health Assesment  (RHA), yang bertugas melakukan pendataan untuk melaporkan kebutuhan-kebutuhan dibidang kesehatan. Tim ini terdiri dari seorang  seorang Sanitarian/SKM/Epidemiolog daan didampingi seorang perawat, sopir dan Apotheker. Hasil kerja tim ini dipaparkan dalam tindak lanjut epidemologi yang diterangkan dalam fase selanjutnya.      

                        c. Tim Bantuan Medis

Tim ini diberangkatkan sesuai kebutuhan yang diperlukan atau dilaporkan oleh tim 1 dan 2 yang akan berfungsi untuk membuka Pos Pos Kesehatan di daerah bencana , dalam pelaksanaannya didirikan Pos-Pos Kesehatan Dinas Kesehatan sebanyak 14 Pos Kes.


                        2. Fase Rehabilitasi & Rekontruksi
Fase tanggap darurat yang berlangsung selama 1 minggu dan diikuti dengan fase rehabilitasi selama 1 bulan diikuti fase rekontruksi selama 6 bulan. Pada fase ini Dinas Kesehatan melakuakn revitalisasi Puskesmas Pembantu yang kebanjiran dengan dropping peralatan dan obat-obatan serta pembersihan sarana dan prasarana yang masih bsa dipakai.
Pada fase ini juga dilakukan tindakan hasil penilaian tim RHA, berupa ;
1. Pembagian peralatan higyene perseorangan
2. Pembagian penjernih air
3. Kaporitisasi sumur penduduk yang tercemar
4. Pembagian Karbol / Lysol Desinfektan
5. Penyiapan persediaan Anti tetanus serum (ATS)
6. Pembagian MP ASI dan Biskuit

            3. Fase Mitigasi ( fase penurunan resiko bencana )

Pada fase ini dilakukan usaha-usaha untuk meredam atau mengurangi bencana dan juga meredam atau mengurangi dampak bencana yang meliputi. Pada fase ini bidang kesehatan lebih cenderung pasif, dengan melakukan pegobatan dan upaya kesehatan yang insidentil dan screening penderita banjir melalui pengobatan massal. Fase ini lebih banyak diperankan oleh institusi lainnya dengan ;

            a. Pengenalan faktor resiko / Hazard, penyebab penyebab bencana harus dikenali
            b. Rencana mereduksi faktor resiko, jika penyebab dikenali maka faktor resiko
                diturunkan atau dihilangkan.
            c. Rencana mengurangi dampak bencana ( Mitigation Plan ), jika bencana tidak
                bisa dihindari maka dilakukan rencana pengurangan dampak bencana.
            4. Fase Preparedness

Fase ini adalah fase kesiap siagaan. Pada fase ini dilakukan usaha usaha berupa upaya melakuakan peringatan dini dan penilaian faktor resiko ( Early waning and Risk assesmen ) dan suatu pendelegasian gugus tugas ( Contigency Plan ). Dinas kesehatn melakuikan fase kesiap siagaan dengan melakuakn tindakan ;
1. Revitalisasi sarana dan pra sarana PPPK ( Ambulance, Peralatan, Obat-
    obatan dan ) baik di Dinas dan Puskesmas.
2. Menyiagakan Brigada siaga Bencanha (BSB) yang ada di Dinas 
    Kesehatan dan Puskesmas serta RSD Surakarta.
3. Merlaksanakan rencana kontingensi (pendelegasia tugas) dengan
    membentuk Gugus Tugas untuk menempati Pos-Pos tertentu yang 
    sudah ditentukan melalui kesepakatan rapat evaluasi bencana.


Fase-fase tersebut dilakukan dengan melihat semua kemampuan di Dinas Kesehatan dengan melibatkan sektor terkaity bila diperlukan.




                                                            Surakarta, 27 Maret 2008
                                                                    Ka Sie Yan Kes,





                                                                   dr.
( Mohon maaf aku lupa mengutip sumber gambar ambulan aneh ini ) Wahyu Indianto

Senin, 02 April 2012

STANDARD OPERATING PROCEDURES PENGOPERASIAN AMBULANS DI LINGKUNGAN DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA




DAFTAR ISI



PERSIAPAN AMBULANS

PEMERIKSAAN AMBULANS

MESIN MATI

1.       Periksa seluruh badan ambulans.
2.       Periksa roda dan ban. Gunakan alat pengukur tekanan untuk memastikan tekanan ban yang tepat.
3.       Periksa spion dan jendela. Pastikan spion bersih dan berada di posisi yang tepat.
4.       Periksa fungsi setiap pintu dan kunci.
5.       Periksa bagian-bagian sistem pendingin.
6.       Periksa jumlah cairan kendaraan. Termasuk minyak mesin, pelumas rem, air aki dan pelumas setir.
7.       Periksa portal indikator aki dan tanda-tanda korosi.
8.       Periksa kebersihan kabin, termasuk dashboard.
9.       Periksa fungsi jendela.
10.   Tes fungsi klakson.
11.   Tes fungsi sirene.
12.   Periksa sabuk pengaman. Tarik setiap sabuk dari gulungannya untuk memastikan mekanisme retraktor bekerja.
13.   Posisikan kursi pengemudi senyaman mungkin.
14.   Periksa jumlah bahan bakar. Isi bahan bakar setelah setiap kali tugas dimanapun lokasinya.

MESIN HIDUP

Nyalakan mesin dan keluarkan ambulans dari ruang penyimpanan, dan lakukan pemeriksaan berikut:
1.       Tes fungsi indikator di dashboard.
2.       Periksa meteran yang terletak di dashboard.
3.       Tes fungsi rem.
4.       Tes fungsi rem tangan.
5.       Tes fungsi setir.
6.       Periksa fungsi wiper.
7.       Tes fungsi lampu.
8.       Periksa fungsi pemanas dan pendingin baik di kompartemen kemudi maupun kompartemen pasien.
9.       Periksa perlengkapan komunikasi.

PEMERIKSAAN PERSEDIAAN DAN PERLENGKAPAN KOMPARTEMEN PASIEN

1.       Periksa tekanan tabung oksigen.
2.       Pompa bidai udara dan periksa tanda-tanda kebocoran.
3.       Periksa semua perlengkapan oksigen dan ventilasi berfungsi dengan baik.
4.       Bersihkan debu dan cari tanda-tanda karat pada alat rescue.
5.       Nyalakan semua peralatan bertenaga aki untuk memastikan kinerjanya.
6.       Lakukan pemeriksaan tambahan pada alat khusus seperti AED (Automatted external defibrillation).
7.       Lengkapi laporan pemeriksaan. Perbaiki kerusakan. Ganti barang-barang yang hilang.
8.       Bersihkan kompartemen untuk menghindari risiko infeksi.


MENGOPERASIKAN AMBULANS

SYARAT PENGEMUDI AMBULANS

1.       Sehat secara fisik.
2.       Sehat secara mental.
3.       Bisa mengemudi di bawah tekanan.
4.       Memiliki keyakinan positif atas kemampuan dirinya.
5.       Bersikap toleran. Selalu ingat bahwa pengemudi lain akan bereaksi berbeda ketika mengetahui kendaraan gawat darurat.
6.       Tidak dalam pengaruh obat-obat berbahaya, terlarang dan obat penenang.
7.       Mempunyai SIM yang masih berlaku.
8.       Jika dibutuhkan, kacamata dan lensa kontak harus selalu dipakai.
9.       Evaluasi keadaan diri sendiri berdasarkan respon terhadap tekanan, kelelahan dan rasa kantuk.

ATURAN DI JALAN

1.       Ambulans memiliki hak-hak khusus saat menggunakan jalan jika digunakan untuk respon gawat darurat. Hak-hak khusus tidak berlaku jika tidak dalam respon gawat darurat. Menurut UU No 22 Tahun 2009 Pasal 134, Pengguna Jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan sesuai dengan urutan berikut:
1.1.  Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
1.2.  ambulans yang mengangkut orang sakit;
1.3.  Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;
1.4.  Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
1.5.  Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
1.6.  iring-iringan pengantar jenazah; dan
1.7.  konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2.       Respon gawat darurat ini harus ditunjukkan dengan menghidupkan alat peringatan (warning device) berupa sirene dan lampu rotator. Sebagaimana bunyi UU No 22 Tahun 2009 Pasal 135: Kendaraan yang mendapat hak utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.
3.       Risiko kecelakaan tetap ada, sehingga pengemudi tetap harus memiliki kewaspadaan tinggi, mempedulikan keselamatan pengemudi lain dan tidak ceroboh.
4.       Hak-hak khusus ini meliputi:
4.1.  Memarkir kendaraan dimanapun selama tidak membahayakan orang lain dan tidak merusak hak milik orang lain.
4.2.  Melewati lampu merah dan tanda berhenti lain.
4.3.  Melewati batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan selama tidak membahayakan nyawa orang lain.
4.4.  Mendahului kendaraan lain di daerah larangan mendahului setelah memberi sinyal yang tepat, memastikan jalur aman dan menghindari hal-hal yang dapat membahayakan nyawa dan harta benda.
4.5.  Mengabaikan arah jalur dan aturan belok, setelah memberi sinyal yang tepat.

PENGGUNAAN ALAT PERINGATAN (WARNING DEVICE)

Alat peringatan bukanlah segalanya. Penelitian membuktikan bahwa pengemudi lain tidak melihat rotator atau mendengar sirene sampai jarak antara 15-30 meter.

SIRENE

1.       Sirene adalah alat peringatan audio.
2.       Gunakan sirene dengan bijak dan hanya ketika perlu. Sirene hanya digunakan saat respon gawat darurat. Suara sirene dapat menambah rasa takut dan cemas pasien. Jika terlalu sering digunakan, pengemudi lain cenderung tidak memberikan jalan karena dianggap sebagai penyalahgunaan.
3.       Selalu waspada meski sudah membunyikan sirene. Adanya bangunan, pepohonan, semak belukar dan radio tape dapat menghalangi bunyi sirene.
4.       Selalu waspada terhadap manuver aneh pengemudi lain yang menjadi panik karena suara sirene.
5.       Jangan mengemudikan sirene secara tiba-tiba di dekat kendaraan lain. Gunakan klakson.
6.       Jangan gunakan sirene untuk menakut-nakuti orang.

LAMPU DAN ROTATOR

1.       Berdasarkan UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 59 Ayat 5, lampu isyarat isyarat yang digunakan oleh ambulans adalah berwarna merah.
2.       Lampu depan harus selalu dinyalakan dimanapun dan kapanpun berada.
3.       Rotator, lampu peringatan dan semua lampu lain harus dinyalakan pada respon gawat darurat.

KECEPATAN DAN KESELAMATAN

1.       Kecepatan yang berlebihan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya tabrakan.
2.       Kecepatan yang tinggi membutuhkan jarak yang lebih panjang untuk berhenti.
3.       Pastikan pengemudi dan semua penumpang menggunakan sabuk pengaman saat ambulans berjalan.

KENDARAAN PENGIRING DAN FORWARDER

1.       Keadaan iring-iringan kendaraan meningkatkan risiko kecelakaan karena jarak yang terlalu dekat, berhenti mendadak dan respon pengemudi lain.
2.       Sistem EMS tidak merekomendasikan iring-iringan ambulans dengan kendaraan lain kecuali lokasi tujuan tidak diketahui.

JALUR ALTERNATIF

1.       Perkiraan waktu sampai tujuan / estimated time of arrival (ETA) harus diketahui dengan baik, sehingga pertimbangan untuk mencari jalur alternatif dapat segera dibuat.
2.       Dapatkan peta detail wilayah pelayanan untuk dapat segera mencari jalur alternatif.

POSISI PARKIR DI LOKASI KEJADIAN

1.       Lakukan penilaian lokasi kejadian dengan cepat, termasuk menentukan area bahaya dan jalur evakuasi.
2.       Ambulans diparkir sekurangnya 30 m dari lokasi kejadian jika ada tanda bahaya seperti nyala api atau kebocoran cairan dan asap. Jika tidak ada tanda bahaya, ambulans diparkir sekurangnya 15 meter.
3.       Rem tangan harus ditarik dan sebaiknya ditambah pengganjal roda.
4.       Jika Anda adalah kendaraan penolong yang pertama datang, parkir di belakang lokasi kejadian (dari arah datang), sehingga lampu peringatan kita dapat memperingatkan kendaraan lain yang mendekat sebelum tanda lain diletakkan.
5.       Jika lokasi kejadian telah diamankan, parkirlah di depan lokasi kejadian untuk mencegah ambulans Anda tertabrak arus lalu lintas dari belakang.
6.       Ambulans sebaiknya tidak berjalan mundur, tetapi jika terpaksa, harus ada orang lain yang memandu, karena pengemudi ambulans memiliki keterbatasan pandangan ke arah belakang.

MEMINDAHKAN PASIEN KE AMBULANS

1.       Pasien harus sudah diperiksa kondisinya, dilakukan prosedur penanganan gawat darurat jika dibutuhkan, distabilisasi dan kemudian baru dipindahkan ke ambulans.
2.       Pada kasus tertentu yang tidak memungkinkan intervensi di tempat, seperti lokasi yang berbahaya atau pasien memerlukan prioritas tinggi, maka pemindahan dapat dilakukan terlebih dahulu.
3.       Jika curiga cidera spinal, stabilisasi harus segera dilakukan. Cervical collar harus terpasang dan pasien diimobilisasi dengan spinal board.

STABILISASI

1.       Stabilisasi adalah urutan tindakan untuk mempersiapkan pasien sebelum dipindahkan.
2.       Stabilisasi meliputi:
a.       Perawatan luka dan cidera lain.
b.      Fiksasi benda yang menusuk.
c.       Pemasangan balut dan bidai.
d.      Pemakaian selimut untuk menjaga suhu tubuh.
e.      Alat pengangkut harus terfiksir kepada pasien dengan baik. Tali pengikat diletakkan minimal di tiga tempat:
                                                               i.      Setinggi dada.
                                                             ii.      Setinggi pinggang atau panggul.
                                                            iii.      Setinggi tungkai.
                                                           iv.      Jika ada tali tambahan, diikatkan secara menyilang di dada.
3.       Pada prinsipnya pemindahan harus dilakukan secepat mungkin mengingat kondisi pasien, sehingga perhitungkan waktu yang dibutuhkan.

TRANSPORTASI

PENENTUAN TUJUAN

1.       Pasien kritis atau tidak stabil harus dipindahkan ke RS dengan fasilitas gawat darurat terdekat
2.       Termasuk dalam kategori di atas adalah:
a.       Henti nafas atau henti jantung
b.      Sumbatan jalan nafas yang tidak dapat diatasi
c.       Kejang berulang atau sedang terjadi
d.      Trauma mayor
e.      Amputasi
f.        Pasien luka bakar
g.       Persalinan iminen
h.      Suspek infark miokard pada pasien lebih dari 40 tahun dengan nyeri dada hebat
3.       Pasien yang stabil dapat dipindahkan ke RS yang menjadi pilihannya atau berdasarkan keputusan chief ambulans

SEBELUM BERANGKAT

1.       Sebelum transportasi, pastikan hal-hal berikut:
a.       Kondisi vital meliputi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Pastikan ikatan pada alat pengangkut tidak menyebabkan pasien kesulitan bernafas. Jika pasien tidak sadar, pastikan pasien mendapatkan pertukaran udara yang cukup.
b.      Keamanan  posisi alat pengangkut di dalam ambulans.
2.       Persiapkan jika timbul perburukan kondisi pernafasan dan sirkulasi dengan meletakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras.
3.       Longgarkan pakaian yang ketat.
4.       Periksa perban, balut dan bidai.
5.       Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien. Mereka harus ditempatkan di kabin pengemudi dan memakai sabuk pengaman dengan baik agar tidak mempengaruhi proses perawatan pasien.
6.       Naikkan barang pribadi seperti dompet, koper dan tas serta pastikan barang tersebut aman di ambulans. Jika memungkinkan, beritahu petugas keamanan tentang hal ini.
7.       Tenangkan pasien. Ucapkan kata-kata yang menenangkan. Berikan senyuman.

SELAMA PERJALANAN

1.       Beritahu EMD bahwa Anda meninggalkan lokasi.
2.       Lanjutkan perawatan kegawat-daruratan yang dibutuhkan.
3.       Gabungkan informasi tambahan pasien.
4.       Monitoring terus vital sign dan catat.
5.       Beritahu fasilitas medis yang menjadi tujuan Anda.
a.       Kriteria kasus di bawah ini memerlukan pemberitahuan
                                                               i.      Henti jantung
                                                             ii.      Henti nafas
                                                            iii.      Trauma mayor
                                                           iv.      Suspek CVA/stroke
                                                             v.      Amputasi
                                                           vi.      Suspek MI pada pasien lebih dari 40 tahun
                                                          vii.      Kejang yang sedang berlangsung atau berulang
                                                        viii.      Persalinan iminen
                                                           ix.      Luka bakar berat
                                                             x.      Kriteria lain sebagaimana diputuskan oleh kru ambulans
b.      Informasi yang harus diberikan meliputi
                                                               i.      Identitas pasien
                                                             ii.      Hasil pemeriksaan
                                                            iii.      Tindakan yang telah dilakukan
                                                           iv.      Perkiraan waktu kedatangan (ETA)
6.       Persiapkan peralatan tambahan
a.       Baskom atau kantung muntah jika pasien muntah.
b.      Suction jika terjadi aspirasi
c.       Papan RJP jika terjadi gagal nafas atau gagal jantung
7.       Tenangkan emosi anda dan emosi pasien
8.       Koordinasikan dengan pengemudi tentang kondisi pasien dan cara mengemudinya. Pengemudi perlu menyesuaikan kecepatan dan cara mengemudinya sesuai kebutuhan pasien.
9.       Jika terjadi henti jantung, RJP harus dilakukan dalam kondisi ambulans berhenti. Pastikan fasilitas rujukan mengetahui kejadian ini.

SAMPAI DI TEMPAT RUJUKAN

1.       Jika kondisi tempat rujukan cukup ramai, jangan terburu-buru menurunkan pasien, lanjutkan penanganan pasien di atas ambulans sampai ada petugas yang siap mengambil alih.
2.       Dampingi petugas yang akan mengambil alih
a.       Berikan laporan anda secara lisan
b.      Serahkan barang pribadi pasien
c.       Minta diri untuk meninggalkan tempat rujukan
3.       Kembalikan peralatan ambulans ke tempat semula
4.       Segera setelah tidak menangani pasien, buat laporan tertulis. Sebaiknya cari tempat yang tenang untuk melakukan ini.

MENGAKHIRI PANGGILAN

SAAT DI RUMAH SAKIT

1.       Bersihkan dengan cepat kompartemen pasien menggunakan sarung tangan industri
a.       Bersihkan darah, muntahan dan cairan tubuh lain yang mengering di lantai
b.      Seka perlengkapan yang terkena percikan
c.       Masukkan kain yang digunakan untuk membersihkan tadi ke kantung merah
d.      Buang sampah medis, termasuk perban dan pembalut yang sudah terbuka tapi belum digunakan
e.      Bersihkan kotoran non medis lain, seperti remah-remah roti, air, lumpur atau debu.
f.        Gunakan pengharum ruangan untuk menetralkan bau yang ada
2.       Siapkan perlengkapan pernafasan
a.       Bersihkan dan lakukan prosedur disinfeksi pada barang non disposable
b.      Ganti barang-barang sekali pakai (disposable) dengan cadangan
c.       Tutup aliran tabung oksigen
3.       Tukar barang-barang yang melekat pada pasien dengan milik Rumah Sakit jika memungkinkan.
a.       Prinsipnya adalah “satu untuk satu”.
b.      Termasuk dalam hal ini: balut steril, perban, handuk, masker oksigen, sarung tangan, air steril, dan alat bantu nafas oral
c.       Jika ada program pertukaran yang baik dengan Rumah Sakit, bidai, spinal board juga dapat langsung ditukar dengan logistik Rumah Sakit.
d.      Keuntungannya,
                                                               i.      tidak ada risiko perburukan cidera pasien akibat proses tukar-menukar ini.
                                                             ii.      Kru ambulans tidak perlu berlama-lama di RS
e.      Segera periksa kelengkapan dan fungsi barang yang ditukar, dan laporkan jika ada kerusakan
4.       Memperbaiki usungan ambulans

DALAM PERJALANAN KEMBALI

1.       Kabarkan lewat radio bahwa ambulans dalam perjalanan kembali dan bahwa Anda siap (atau tidak siap) untuk pengiriman selanjutnya
2.       Selalu isi ulang bahan bakar hingga penuh

TIBA DI TEMPAT

Lakukan prosedur pemeriksaan ambulans seperti di atas.

KONDISI KHUSUS

PENOLAKAN PERAWATAN

1.       Pasien dapat melakukan penolakan dengan kriteria:
a.       Sadar
b.      Berusia lebih dari 17 tahun dan atau sudah menikah
2.       Selain kriteria di atas, penolakan hanya dapat dilakukan oleh keluarga terdekat
3.       Pasien/keluarga harus sudah dijelaskan tentang kondisi penyakitnya, tindakan yang harus dilakukan dan risikonya serta risiko tidak dilakukan tindakan
4.       Inform consent harus didokumentasikan dengan benar

PERAWATAN ATAU TRANSPORTASI MINOR

1.       Minor adalah orang yang berusia kurang dari 18 tahun dan atau belum menikah
2.       Inform consent harus dilakukan oleh orang tua atau wali
3.       Jika orang tua atau wali menolak sedangkan kondisi cidera bersifat mengancam jiwa, maka perawatan dan transportasi dapat dilakukan tanpa persetujuan mereka. Tujuan transportasi harus diberitahu. Situasi ini harus dicatat dengan baik
4.       Jika orang tua atau wali menolak tindakan dan kondisinya tidak mengancam jiwa, mereka harus dijelaskan dan diyakinkan tentang kemungkinan yang akan terjadi. Jika tetap menolak, bantuan perawatan dan transportasi harus dihentikan. Kejadian ini harus didokumentasikan
5.       Jika orang tua arau wali tidak ada di tempat kejadian, perawatan dan transportasi dapat dilakukan dengan pemberitahuan kepada pihak keamanan (Polisi).

PASIEN DENGAN GANGGUAN EMOSIONAL

1.       Chief ambulans bertanggung jawab untuk menentukan keamanan tindakan
2.       Chief dapat memutuskan untuk menunda tindakan sampai ada jaminan keamanan dari Polisi atau petugas lain.
3.       Jika pasien dengan gangguan jiwa itu cukup sadar dan memutuskan untuk meminta pertolongan serta chief melihat bahwa tindakan cukup aman dilakukan, transportasi dapat dilakukan ke RSJ tanpa jaminan keamanan
4.       Jika pasien menolak tindakan, perlu dilakukan MHA (mental hygiene arrest). Yang berhak melakukan MHA adalah pihak keamanan
5.       Jika pasien menunjukkan tendensi tindak kekerasan terhadap kru ambulans, tindakan harus dihentikan jika memungkinkan, hingga keadaan dinilai aman

KEMATIAN YANG BELUM DIPASTIKAN

1.       Jika timbul kondisi DOA (death on arrival) atau kematian yang belum ditetapkan, tindakan resusitasi harus terus dilakukan
2.       Jika kematian sudah ditetapkan, kejadian harus dicatat dengan baik, termasuk waktu, tempat dan nama kru yang ada
3.       Petugas DVI, medis dan atau polisi harus diberitahu secepatnya
4.       Penanganan selanjutnya diserahkan kepada pihak yang berwenang

PASIEN ATAU LOKASI TIDAK DITEMUKAN/TIDAK DAPAT DICAPAI

1.       Kondisi ini harus segera dilaporkan kepada pihak keamanan untuk dilakukan pencarian atau dicarikan jalur lain yang dapat diaksses

TINDAK KEJAHATAN/KRIMINAL

1.       Petugas keamanan harus diberitahu jika belum ada di tempat kejadian
2.       Kru ambulans harus melakukan tindakan dengan bantuan dan jaminan keamanan

BENCANA MASSAL

1.       Kejadian bencana massal ditetapkan jika sumber daya yang ada tidak mampu mengatasi kebutuhan
2.       Jika belum ditetapkan, kru ambulans yang pertama kali tiba melakukan RHA, melaporkannya dan mendirikan lokasi triase awal
3.       Sistem komando sementara dipegang hingga ada pihak yang lebih berwenang


TIM SIAGA BENCANA KOTA SURAKARTA
Wahyu,  Sigit, Bayu, Anjang tukang nambani, Agyl tukang jagal, Hentoo obras, Hendras, Pitoyo, Heru, Bagiyo, Soyod tukang perahu, Yunan tukang gizi dll.